SHARING DISCUSSION WEBINAR HARI ANAK 2021

Jum'at, 23 Juli 2021, Suasana sesi diskusi dalam webinar hari anak yang diselenggarakan oleh HMPS PGMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sangat menarik. Pada sesi tanya jawab, pertanyaan pertama diajukan oleh sdri. Nur Kamila (PGMI Sem.6) mengenai alasan Ibu Mira mampu bertahan menjadi seorang guru yang berkarakter serta dapat menginspirasi siswanya di masa pandemi. Bagi Ibu Mira, guru yang gembira dan berkarakter itu penting dan harus memiliki sebuah prinsip untuk diberikan ke siswanya. Ketika guru tersebut, membuat RPP tidak asal-asalan. Masih banyak guru hanya mengikuti arus saja. Guru yang berkarakter pasti memiliki tujuannya untuk bisa membuat siswanya gembira saat belajar. Sebagai contohnya, pemateri ketiga yang sedang menyampaikan cerita dongeng dengan boneka tangan. Hal tersebut, saya pikir menjadi guru yang gembira itu penting dan bukan ketinggalan zaman. Justru guru tersebut sangat up to date. Dengan begitu, strategi pembelajaran akan menarik perhatian siswa. Dari situlah, guru memiliki support System dalam pengajaran. Jadi, bukan ketinggalan zaman ketika serba terkomputerisasi sehingga, guru akan serius seperti robot. Kalau saya boleh meluruskan perspektif tersebut, terbagi dua sisi pembelajaran yang berbeda. Guru tetap mengikuti apa yang ada sekarang dengan computer atau alat digital, namun untuk hal penyampain materi perlunya sesuatu yang berkaitan dengan humanis dan kasih sayang kepada siswa.

Lalu pertanyaan kedua diajukan oleh sdri. Anindya Zahri (UIN Purwokerto) mengenai apa saja peran guru di dalam menerapkan pendidikan karakter anak serta cara meningkatkan sikap kritis anak pada masa pandemic saat ini.

Ibu Mira menjelaskan bahwa metode yang digunakan adalah sekolah selalu membagi RPP kepada orang tua. Pada awal triwulan, para guru akan mengundang orang tua sebagai partner didalam mendidik anak. Selama 3 bulan, kita bisa mengetahui karakter yang akan ditanamkan. Misalnya saat berada di rumah, apakah anak akan mendengarkan ayah ibunya berbicara ataukah justru memotong pembicaraan. Karena anak-anak lebih banyak di rumah saat pandemi, maka para guru harus sering mengobrol dengan orang tuanya untuk membicarakan tentang karakter anak tersebut. Namun, banyak orang tua yang belum bisa kerjasama karena kesibukan pekerjaan orang tua tersendiri, sehingga terasa berat. Jadi, kita sebagai guru harus memahami keadaan orang tua. Dengan demikian, pada sekolah “Sabar” memberikan program yang membantu hubungan para guru dan orang tua tetap bisa kerjasama, yaitu program sekolah orang tua. Program tersebut, merupakan seri wajib diikuti mulai dari awal tahun sampai akhir tahun ajaran. Didalamnya, terdiri atas fathering class, mothering class, pshicology class, dan sebagainya. Pertanyaan kedua, bagaimana menumbuhkan sikap kritis anak. Albert Einstein pernah berkata, “Setiap anak itu cerdas.” Setiap anak punya keingintahuan yang tinggi. Akan tetapi, permasalahannya ialah tingkat keingintahuan anak itu berbeda. Oleh karena itu, kami memberikan ruang kepada anak untuk melakukan eksplorasi di setiap pembelajaran. Lalu, guru harus memperhatikan ketertarikan anak pada bidang mana. Ada anak yang suka kepoin trend fashion zaman kekinian, anak yang sukanya menolong orang lain, dan lainnya. Nah, hal tersebut merupakan jalan masuk kita untuk bisa menstimulasi sikap kritis mereka. Jadi, kalau anak sudah merasa tertarik dengan satu bidang, maka kita bisa mengembangkan keberminatan dengan baik tanpa mengabaikan pelajaran-pelajaran yang lain, karena minat anaklah yang menjadi keistimewaan dan keunikan mereka. Sehingga, setiap anak pasti menjadi bintang.

Pertanyaan ketiga diajukan oleh sdri. Ratihka Gustiana (MABA IAIN Ponorogo) mengenai cara memaksimalkan proses belajar anak tipe kinestetik secara daring yang sering mengalami kendala dalam pendampingan orang tua.

Pertanyaan tersebut dijawab oleh Bapak Supriyadi bahwa metode klasiknya, dengan memberikan rasa semangat, jadi guru punya line dari inventarisir masalah yang didapatkan, kemudian diberikan sebuah penguatan. Selain itu, mengenai beberapa kendala tugas di Google Classroom ialah sinyal, maka diberikan kelonggaran waktu. Selanjutnya tentang bagaimana anak melaksanakan belajar dan mengenal dari apa namanya tujuan dari pendidikan karakter yang ingin dicapai, salah satunya guru harus tau apa yang disukai anak, misalkan anak suka genre pop, berarti dipilihnya materi esensial yang sekiranya berhubungan dengan pop lalu bisa diakomodir oleh pesan tersirat mengenai pendidikan karakter.

Kemudian dilanjutkan oleh pertanyaan ke-4 yang diajukan oleh sdri. Vina Nur Hidayah (PGMI Sem.4) yang meminta tanggapan mengenai orang tua yang memiliki kesibukan bekerja, sehingga lebih memusatkan tanggung jawabnya kepada para guru di tengah pandemi. Menanggapi pertanyaan tersebut, Mbak Ila menuturkan pendapatnya dengan esensi yang diterapkan disekolah tempat beliau mengajar. Bahwa setiap bulan, sekolah membagi RPP kepada orang tua, yang didalamnya memuat fasilitas berupa media apa yang akan digunakan anak saat pembelajaran. Jadi, orang tua tidak merasa direpotkan. Biasanya sudah disiapkan pula alat dan bahan yang diperlukan dari hard file RPP. Apabila terkendala sinyal atau orang tua tidak bisa mendampingi anak dalam mengikuti zoom/video call, guru sudah menyiapkan video pembelajaran. Sehingga, ketika orang tua ingin membantu anak dalam pengerjaan tugas sekolah, sudah ada panduannya yang berupa file RPP.

Lalu disambung pertanyaan ke-5 yang diajukan oleh sdri. Helen Rosalia (Mahasiswa Ushuluddin UIN Bandung) yaitu apakah sebagai guru punya poin penting dalam menanggapi perihal mengontrol peserta didik untuk bisa memahami dan mencerna pelajaran dengan baik saat pandemi.

Jawaban dari Mbak Ila yakni bahwasanya anak perlu adaptasi terlebih dahulu. Kuncinya yaitu bekerjasama menjaga hubungan antara orang tua dengan murid. Ketika sudah terjalin kerja sama yang baik, maka pembelajaran akan menjadi sesuatu yang bermakna. Selain itu, pembelajaran pun akan menjadi kondusif. Karena, guru sudah siap untuk menyampaikan materi, orang tua sudah siap mendampingi, dan murid pun siap untuk menerima materi pembelajaran.

Bu Mira juga menambahkan bahwa dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif, tahap pertama tentu meninjau ulang RPP. Terdapat perubahan RPP antara sebelum dan sedang berlangsungnya pandemi. Apabila sebelum pandemi, dirancang untuk tatap muka di sekolah, namun saat pandemi guru harus memkirkan tentang pembelajaran kondusif yang bisa menyesuaikan kondisi. Maka, tahap kedua guru harus menyesuaikan media belajar berlandaskan usia anak. Lalu, guru harus memperhatikan kondisi anak dan orang tua baik fisik, mental health, serta perekonomian. Guru harus selalu berikan pertimbangan dan pandangan bahwa “belajar itu luas dimensinya”. Tidak perlu khawatir ketinggalan pelajaran bagi anak-anak selama terjalin kerjasama yang kuat, anak tentu bisa mengikuti apa yang memang menjadi haknya untuk memperoleh pelajaran. (Nurul Fauziah Agustin)

Liputan Terkait

Liputan Terpopuler